M. ALIF GHIFARI RACHMAN/21
7B
Kertas Daur Ulang
“Pos!” Kudengar teriakan seorang laki-laki yang menghentikan motor di depan rumah. Jaketnya berwarna oranye, sama dengan motor yang dikendarainya.
“Andra Putra. Tanda tangan di sini ya!” Pak pos tersenyum sambil mengulurkan selembar surat dan tanda terima.
“Terima kasih, Pak.” Akupun segera berlari ke kamar ingin segera membacanya.
Surat dari Raditya Ramadhan, sahabatku yang pindah ke Jayapura mengikuti orang tuanya. Meskipun bisa berkirim e-mail atau SMS, kami lebih suka berkirim surat. Rasanya lebih menyenangkan dan deg-degan menunggu kedatangan pak pos. Selain itu, aku jadi mempunyai koleksi perangko dari surat-surat yang dikirim Raditya.
Tanganku sudah tak sabar ingin membuka surat itu. Namun aku tertegun mengamati amplop berwarna biru muda. Biasanya Raditya mengirim surat dengan amplop bergambar kartun dengan warna dasar putih. Tetapi kali ini amat istimewa. Bukan gambar kartun, tetapi sebuah amplop yang agak kasar dan membentuk kotak-kotak kecil. Di seluruh permukaan amplop terdapat rumput-rumput kering yang membuatnya terlihat sangat bagus. Bagaimana caranya memasukkan rumput-rumput ini ke kertas amplop? Baru kali ini aku mendapat surat dengan amplop semacam ini. Karena terlalu asyik mengamati amplop, aku lupa membuka surat hingga suara ibu mengejutkanku.
“Andra, ada kak Wahyu. Katanya kangen sama kamu,” kata Ibu.
Kak Wahyu adalah saudara sepupuku dari luar kota. Dia kuliah dan kos di dekat kampus. Kadang dia datang ke rumah bila hari libur.
“Hai Ndra, lagi ngapain?” Kak Wahyu masuk ke kamar dan mendekatiku.
“Sini Kak. Lihat, aku baru dapat surat dari temanku dan amplopnya bagus sekali.”
“Oh, ini namanya kertas daur ulang,” kata Kak Wahyu.
“Kertas daur ulang? Apa itu Kak?” tanyaku.
“Kertas daur ulang itu dibuat dari kertas bekas pakai yang diolah lagi, sehingga bisa digunakan kembali. Kita juga bisa membuat sendiri kalau mau,” kata Kak Wahyu.
“Membuatnya pakai apa Kak?” tanyaku bingung masih belum paham penjelasan Kak Wahyu.
“Ya dari kertas apa saja yang sudah tidak terpakai. Dari bekas buku tulis, majalah, atau koran bekas juga bisa,” terang Kak Wahyu.
“Dengan mendaur ulang kertas bekas, selain mendapatkan kertas baru yang bagus, kita juga turut membantu mengurangi kerusakan lingkungan. Tahu kenapa?” tanya Kak Wahyu.
Aku menggeleng.
“Karena kertas dibuat dari kayu. Semakin banyak kertas yang kita pakai maka semakin banyak pohon yang ditebang. Artinya, hutan yang berguna untuk menampung air hujan serta mencegah banjir dan longsor semakin berkurang,” kata Kak Wahyu.
“Makanya kita tidak boleh boros dengan kertas. Pakai sehemat mungkin dan manfaatkan kertas bekas untuk keperluan lain atau didaur ulang. Istilah kerennya recycle artinya memakai kembali atau mendaur ulang,” lanjut Kak Wahyu.
Aku mengangguk-angguk. “Wah! Aku mau membuat kertas daur ulang. Caranya bagaimana?” tanyaku.
“Mudah kok! Bahannya hanya kertas bekas, pewarna, blender untuk membuat bubur kertas, kasa untuk mencetak, dan bahan-bahan tambahan untuk membuat kertas menjadi bagus sesuai keinginan,” kata Kak Wahyu.
“Bahan tambahannya rerumputan ya Kak?” kataku antusias.
“Rumput bisa, kulit bawang sisa Ibu masak juga bagus untuk hiasan,” kata Kak Wahyu.
“Wah! Kayaknya asyik tuh. Kita buat sekarang yuk, Kak! Ibu kan sedang memasak, pasti ada sisa kulit bawangnya,” aku menarik tangan Kak Wahyu dan mengajaknya ke dapur.
“Kamu semangat sekali! Kita kumpulkan dulu bahan-bahannya sore ini. Membuat kertasnya besok pagi saja. Kakak kan menginap di sini malam ini,” kata Kak Wahyu.
“Ya deh. Sore ini rebus dulu kertasnya untuk menghilangkan tintanya, kemudian kita rendam semalam agar besok mudah dibuat bubur kertas,” lanjut Kak Wahyu.
“Iya….,” aku mengalah.
Kami berdua dibantu Ibu mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat kertas daur ulang. Kertas direbus dan dibiarkan terendam air semalam.
Malam itu aku susah tidur. Aku tidak sabar untuk segera membuat kertas daur ulang. Kertas itu akan kubuat amplop juga untuk membalas surat Raditya. Aku baru ingat kalau surat Raditya belum kubaca. Segera kuambil suratnya dan kubaca. Tetapi aku tertidur sebelum selesai membacanya.
Esoknya, pagi-pagi sekali aku sudah bangun. Setelah mandi dan sarapan, kami mulai membuat kertas daur ulang.
“Kertasnya disobek kecil-kecil, baru dimasukkan ke dalam blender!” Kak Wahyu mulai memberi instruksi.
“Oke Kak. Aku yang memblender!”
“Kalau semua sudah diblender, masukkan ke baskom besar dan dicampur air yang banyak. Tambahkan pewarna dan bahan tambahan yang kamu inginkan!”
Aku segera melaksanakan instruksi Kak Wahyu.
Tak lama kemudian Kak Wahyu mengambil kasa yang sudah dibingkai untuk mencetak kertas daur ulang.
“Nah! Ini proses yang terakhir. Kita cetak kertas dengan kasa ini, kemudian taruh di matras dan kita jemur. Sekarang kita tinggal menunggu kertasnya kering dan jadilah kertas daur ulang buatan Andra,” kata Kak Wahyu.
“Ternyata mudah cara membuatnya ya, Kak. Berapa lama keringnya?” tanyaku tidak sabar.
“Kalau matahari cerah, tengah hari nanti pasti sudah kering,” kata Kak Wahyu.
Setelah makan siang kami mendapati kertasnya sudah kering. Hasilnya sangat bagus seperti amplop surat yang kuterima dari Raditya. Kertas itu akan kubawa ke sekolah. Pasti teman-teman ingin juga membuat kertas daur ulang sendiri.
Tokoh dan Watak dalam Cerita “Kertas Daur Ulang”
1. Tokoh : Andra Putra
Watak : Ingin mengetahui sesuatu yang belum pernah ia dapatkan.
Bukti : Ingin segera belajar membuat kertas daur ulang.
2. Tokoh : Kak Wahyu
Watak : Baik hati dan sabar.
Bukti : Dengan senang hati dan sabar menjelaskan kepada Andra
Tentang cara membuat kertas daur ulang.
Tokoh Favorit dalam Cerita “Kertas Daur Ulang”
- Tokoh : Kak Wahyu
Alasan : Karena Kak Wahyu seorang yang baik hati, mau berbagi ilmu
dan dengan sabar membantu Andra membuat kertas daur
ulang.
Pesan Moral dalam Cerita “Kertas Daur Ulang”
Menggunakan kertas daur ulang berarti kita ikut melestarikan lingkungan, khususnya melestarikan hutan. Karena kertas terbuat dari batang pohon. Semakin banyak kertas yang digunakan berarti semakin banyak pula pohon yang ditebang.
Pengembangan Cerita
Kertas Daur Ulang
“Pos!” Kudengar teriakan seorang laki-laki yang menghentikan motor di depan rumah. Jaketnya berwarna oranye, sama dengan motor yang dikendarainya.
“Andra Putra. Tanda tangan di sini ya!” Pak pos tersenyum sambil mengulurkan selembar surat dan tanda terima.
“Terima kasih, Pak.” Akupun segera berlari ke kamar ingin segera membacanya.
Surat dari Raditya Ramadhan, sahabatku yang pindah ke Jayapura mengikuti orang tuanya. Meskipun bisa berkirim e-mail atau SMS, kami lebih suka berkirim surat. Rasanya lebih menyenangkan dan deg-degan menunggu kedatangan pak pos. Selain itu, aku jadi mempunyai koleksi perangko dari surat-surat yang dikirim Raditya.
Tanganku sudah tak sabar ingin membuka surat itu. Namun aku tertegun mengamati amplop berwarna biru muda. Biasanya Raditya mengirim surat dengan amplop bergambar kartun dengan warna dasar putih. Tetapi kali ini amat istimewa. Bukan gambar kartun, tetapi sebuah amplop yang agak kasar dan membentuk kotak-kotak kecil. Di seluruh permukaan amplop terdapat rumput-rumput kering yang membuatnya terlihat sangat bagus. Bagaimana caranya memasukkan rumput-rumput ini ke kertas amplop? Baru kali ini aku mendapat surat dengan amplop semacam ini. Karena terlalu asyik mengamati amplop, aku lupa membuka surat hingga suara ibu mengejutkanku.
“Andra, ada kak Wahyu. Katanya kangen sama kamu,” kata Ibu.
Kak Wahyu adalah saudara sepupuku dari luar kota. Dia kuliah dan kos di dekat kampus. Kadang dia datang ke rumah bila hari libur.
“Hai Ndra, lagi ngapain?” Kak Wahyu masuk ke kamar dan mendekatiku.
“Sini Kak. Lihat, aku baru dapat surat dari temanku dan amplopnya bagus sekali.”
“Oh, ini namanya kertas daur ulang,” kata Kak Wahyu.
“Kertas daur ulang? Apa itu Kak?” tanyaku.
“Kertas daur ulang itu dibuat dari kertas bekas pakai yang diolah lagi, sehingga bisa digunakan kembali. Kita juga bisa membuat sendiri kalau mau,” kata Kak Wahyu.
“Membuatnya pakai apa Kak?” tanyaku bingung masih belum paham penjelasan Kak Wahyu.
“Ya dari kertas apa saja yang sudah tidak terpakai. Dari bekas buku tulis, majalah, atau koran bekas juga bisa,” terang Kak Wahyu.
“Dengan mendaur ulang kertas bekas, selain mendapatkan kertas baru yang bagus, kita juga turut membantu mengurangi kerusakan lingkungan. Tahu kenapa?” tanya Kak Wahyu.
Aku menggeleng.
“Karena kertas dibuat dari kayu. Semakin banyak kertas yang kita pakai maka semakin banyak pohon yang ditebang. Artinya, hutan yang berguna untuk menampung air hujan serta mencegah banjir dan longsor semakin berkurang,” kata Kak Wahyu.
“Coba kamu bayangkan jika pohon di hutan terus ditebang hanya untuk dijadikan bahan baku pembuatan kertas. Sedangkan pohon-pohon baru boleh ditebang jika sudah mencapai umur puluhan tahun. Jika penebangan pohon tidak diikuti dengan tindakan penanaman kembali, pastilah lama kelamaan hutan menjadi gundul. Dan jika hutan sudah gundul, pastilah akan menimbulkan banyak bencana.”
“Makanya kita tidak boleh boros dengan kertas. Pakai sehemat mungkin dan manfaatkan kertas bekas untuk keperluan lain atau didaur ulang. Istilah kerennya recycle artinya memakai kembali atau mendaur ulang,” lanjut Kak Wahyu.
Aku mengangguk-angguk. “Wah! Aku mau membuat kertas daur ulang. Kak Wahyu kan kuliah di Fakultas Kehutanan, pasti tahu bagaimana cara membuat kertas daur ulang itu. Ajari aku ya Kak.”
“Mudah kok! Bahannya hanya kertas bekas, pewarna, blender untuk membuat bubur kertas, kasa untuk mencetak, dan bahan-bahan tambahan untuk membuat kertas menjadi bagus sesuai keinginan,” kata Kak Wahyu.
“Bahan tambahannya rerumputan ya Kak?” kataku antusias.
“Rumput bisa, kulit bawang sisa Ibu masak juga bagus untuk hiasan,” kata Kak Wahyu.
“Wah! Kayaknya asyik tuh. Kita buat sekarang yuk, Kak! Ibu kan sedang memasak, pasti ada sisa kulit bawangnya,” aku menarik tangan Kak Wahyu dan mengajaknya ke dapur.
“Kamu semangat sekali! Kita kumpulkan dulu bahan-bahannya sore ini. Membuat kertasnya besok pagi saja. Kakak kan menginap di sini malam ini,” kata Kak Wahyu.
“Ya deh. Sore ini rebus dulu kertasnya untuk menghilangkan tintanya, kemudian kita rendam semalam agar besok mudah dibuat bubur kertas,” lanjut Kak Wahyu.
“Iya….,” aku mengalah.
Kami berdua dibantu Ibu mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat kertas daur ulang. Kertas direbus dan dibiarkan terendam air semalam.
Malam itu aku susah tidur. Aku tidak sabar untuk segera membuat kertas daur ulang. Kertas itu akan kubuat amplop juga untuk membalas surat Raditya. Aku baru ingat kalau surat Raditya belum kubaca. Segera kuambil suratnya dan kubaca. Raditya bercerita tentang suasana baru yang ia alami sejak pindah ke Kota Jayapura. Ia juga memberitahu bahwa amplop yang digunakan untuk mengirim surat padaku adalah hasil buatannya sendiri karena di sekolahnya sedang mendapat pelajaran ketrampilan membuat kertas daur ulang. Aku menjadi semakin penasaran ingin membuat kertas daur ulang juga.
Esoknya, pagi-pagi sekali aku sudah bangun. Setelah mandi dan sarapan, kami mulai membuat kertas daur ulang.
“Kertasnya disobek kecil-kecil, baru dimasukkan ke dalam blender!” Kak Wahyu mulai memberi instruksi.
“Oke Kak. Aku yang memblender!”
“Kalau semua sudah diblender, masukkan ke baskom besar dan dicampur air yang banyak. Tambahkan pewarna dan bahan tambahan yang kamu inginkan!”
Aku segera melaksanakan instruksi Kak Wahyu.
Tak lama kemudian Kak Wahyu mengambil kasa yang sudah dibingkai untuk mencetak kertas daur ulang.
“Nah! Ini proses yang terakhir. Kita cetak kertas dengan kasa ini, kemudian taruh di matras dan kita jemur. Sekarang kita tinggal menunggu kertasnya kering dan jadilah kertas daur ulang buatan Andra,” kata Kak Wahyu.
“Ternyata mudah cara membuatnya ya, Kak. Berapa lama keringnya?” tanyaku tidak sabar.
“Kalau matahari cerah, tengah hari nanti pasti sudah kering,” kata Kak Wahyu.
Setelah makan siang kami mendapati kertasnya sudah kering. Hasilnya sangat bagus seperti amplop surat yang kuterima dari Raditya. Aku berhasil! Bangga rasanya bisa membuat kertas daur ulang sendiri.
Keesokan harinya, aku membawa kertas daur ulang ke sekolah. Teman-teman memuji hasil karyaku. Ternyata mereka juga tertarik untuk bisa membuat kertas daur ulang. Aku pun berjanji untuk mengajari teman-teman membuat kertas daur ulang pada hari Minggu. Aku juga senang, karena aku dapat ikut melestarikan lingkungan, walaupun hanya dengan membuat kertas daur ulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar