gambar

gambar
mobil impian gw

Minggu, 29 Mei 2011

Nabi Musa dan Nabi Harun AS



Nabi Musa dan Nabi Harun
(Simbol Kerjasama yang Menghasilkan Kekuatan)




Nabi Musa lahir dan diutus untuk berdakwah di Mesir ditemani oleh saudaranya yang bernama Nabi Harun. Setelah melalui berbagai rintangan dan cobaan, akhirnya Nabi Musa dan Nabi Harun berhasil membebaskan dan membawa  kaum Bani Israil  keluar dari  Mesir.  Musa sempat  melarikan  diri  ke
Madyan dan menikah di sana, namun kembali lagi untuk berdakwah di Mesir. Musa diangkat menjadi nabi dan menerima wahyu di Bukit Thursinai dan wafat di Gunung Nibu, wilayah Syam.

Firaun Raja yang Zalim
Kala itu, Mesir diperintah oleh raja yang sangat kejam dan zalim. Raja Mesir tersebut bernama Firaun. Ia sendiri mengaku sebagai tuhan yang disembah oleh seluruh rakyatnya. Jika ada yang membangkang, ia tidak segan-segan memberikan hukuman padanya. Rakyat benar-benar merasa hidup menderita di bawah kepimimpinannya.
Suatu malam, Firaun bermimpi seolah-olah melihat negeri Mesir yang dipimpinnya terbakar habis. Seluruh rakyatnya mati, kecuali seorang Bani Israil. Firaun menjadi gelisah sejak datangnya mimpi tersebut. Ia megumpulkan seluruh ahli ramal untuk mengartikan mimpinya.
 Setelah terkumpul, salah seorang dari mereka berusaha mengartikan mimpi tersebut. Ia berkata bahwa akan datang seorang anak laki-laki dari keturunan Bani Israil yang akan meruntuhkan kekuasaannya.  Mendengar hal itu, Firaun menjadi gelisah dan ketakutan. Sejak saat itu, ia memerintahkan  kepada bawahannya agar membunuh setiap anak laki-laki yang baru lahir dari keturunan Bani Israil. Setiap ibu yang hamil dari keturunan Bani Israil dilanda kegelisahan. Mereka khawatir jika bayi laki-laki karena akan dibunuh.
Allah berfirman, “Sungguh, Firaun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, membunuh anak laki-laki mereka, dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sesungguhnya Firaun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Di tengah kondisi yang mencekam tersebut, lahirlah seorang bayi laki-laki keturunan Israil. Bayi ini dilindungi Allah.  Allah berkata kepada Yukabad, ibu bayi tersebut, ”Susuilah dia dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai. Janganlah kamu khawatir dan janganlah bersedih hati karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya rasul.” 
Akhirnya,bayi itu tersebut dihanyutkan ke Sungai Nil.

Bayi Musa Diasuh Istri Firaun
Siti Asiah,istri Firaun menemukan sebuah peti di Sungai Nil. Ia membuka peti tersebut. Alangkah tekejutnya ketika ia mengetahui bahwa isi peti tersebut adalah anak laki-laki. Ia lalu membawanya dan memperlihatkan kepada Firaun.
 Firaun sangat marah ketika mengetahui istrinya membawa bayi laki-laki. Ia berkata kepada istrinya,  “Berikan bayi itu! Aku akan membunuhnya karena dia kelak akan menghancurkanku.”
Istri Firaun berkata, “Baginda, ia adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah membunuhnya. Mudah-mudahan,  ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak.” Asiah terus bersikeras dengan pendapatnya.
 Sejak itu Musa tinggal bersama Firaun dan istrinya. Asiah mencarikan ibu  yang dapat menyusui bayi temuannya.
Sementara itu, di tempat tinggalnya, ibu Musa yang bernama Yukabad gelisah. Ia khawatir kalau bayinya ditemukan Firaun dan dibunuh. Ia menyuruh saudara perempuan Musa yang bernama Maryam untuk mencari informasi tentang Musa. Akhirnya, Maryam mendapat informasi bahwa Musa dalam asuhan istri Firaun. Sekarang istri Firaun sedang mencari ibu yang dapat menyusuinya. Dengan cepat Yukabad mengajukan diri menjadi ibu susu bagi Musa.
Suatu ketika, Firaun sedang menggendong dan bercanda dengan bayi Musa, tiba-tiba bayi Musa menarik jenggot Firaun hingga beberapa helai rambutnya rontok. Firaun sangat marah. Ia merasakan bahwa bayi tersebut kelak memiliki kekuatan yang akan menghancurkannya. Firaun hampir saja membunuhnya. Akan tetapi, istrinya mencegahnya. Istrinya berkata, “Baginda jangan marah kepadanya. Maafkanlah ia. Ia masih kecil.”
Akhirnya Firaun menuruti  kata-kata istrinya. Firaun memang dikenal sebagai raja yang sangat kejam. Akan tetapi, Firaun sangat menyayangi dan mencintai istrinya. Ia selalu menuruti keinginan istrinya tersebut.

Musa Memukul Orang  Qibti
Musa beranjak dewasa. Ia diberikan petunjuk oleh Allah bahwa dirinya bukannya anak kandung Firaun. Sejak kecil, sebenarnya Musa sudah merasakan bahwa Firaun bukanlah ayah kandungnya. Ia sering merasa kesal dengan perilaku Firaun yang sewenang-wenang terhadap rakyat.
Suatu hari, Musa berjalan-jalan menikmati pemandangan sekitar istana. Tiba-tiba di tengah jalan ia melihat dua orang sedang bertengkar. Yang satu adalah seorang Qibti dan merupakan pejabat istana. Yang satunya adalah seorang Israil dan merupakan seorang budak. Nabi Musa berusaha melerai pertengkaran tersebut, akan tetapi orang Qibti tersebut marah dan menyerang. Musa tidak punya pilihan lain kecuali melayani serangannya. Musa membalas serangan dan pukulan orang Qibti tersebut. Diluar dugaan, pukulannya membuat orang Qibti itu mati.
Musa sangat menyesal dengan perbuatannya. Ia tidak bermaksud membunuh orang Qibti tersebut. Musa merasa ketakutan. Kemudian ia berdoa kepada Allah, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri. Oleh karena itu ampunilah aku.”
Allah mengampuninya. Sesungguhnya, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Musa berkata, “Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tidak akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.”
Pada hari yang lain, Musa menemui kejadian yang sama. Ia melihat orang Qibti dan Israil bertengkar. Ketika Musa hendak memegang dengan keras orang yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata, “Hai Musa, apakah kamu bermaksud untuk membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seseorang? Kamu hanya ingin menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri ini. Tidaklah kamu berusaha untuk mandamaikan dari sebuah perselisihan.”
Teriakan orang Qibti itu terdengar oleh salah seorang pejabat Firaun. Orang tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Firaun.
Pembelaan Musa terhadap orang Israil menimbulkan kemarahan besar Firaun. Ia memerintahkan pasukannya untuk mencari Musa. Musa mengetahui bahwa dirinya akan ditangkap dan dihadapkan kepada Firaun.

Musa Melarikan Diri ke Madyan                        
            Sementara itu, Musa mendapatkan petunjuk dari Allah agar segera meninggalkan Mesir. Seorang laki-laki dari ujung kota dengan terburu-buru mendatangi Musa. Laki-laki itu berkata, “Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu. Oleh sebab itu, keluarlah dari kota ini. Sesungguhnya, aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu.” Orang itu kemudian menyarankan kepada Musa agar segera meninggalkan Mesir.
            Musa menerima saran orang tersebut. Ia segera pergi. Dalam perjalanannya, ia terus berdoa kepada Allah. Ia memohon keselamatan dirinya dari pengejaran pasukan Firaun.
            Musa melakukan perjalanan selama delapan hari delapan malam. Akhirnya, ia sampai ke Madyan. Ia merasa kelelahan. Oleh karena itu ia berteduh di bawah sebuah pohon, dekat sebuah sumber air. Di sana, ia menyaksikan para penggembala antri mengambil air untuk kambing-kambing mereka. Musa terkejut ketika melihat dua penggembala wanita diantara para penggembala lain yang semuanya laki-laki.
            Musa lalu menawarkan diri untuk menolong kedua penggembala wanita tersebut. Kemudian, Musa mengambilkan air hingga kambing-kambing kedua wanita tersebut mendapatkan jatah minum. Kedua wanita itu berterima kasih kepada Musa, lalu mereka pamit untuk pulang.
            Sampai di rumah, kedua penggembala wanita tadi menceritakan peristiwa yang mereka alami kepada ayah mereka, Syu’aib. Nabi Syu’aib merasa tertarik dengan cerita kedua putrinya tersebut. Ia ingin mengenal lebih jauh tentang pemuda yang menolong kedua anaknya. Ia memerintahkan anaknya untuk membawa Musa ke rumahnya. Ketika bertemu Musa, mereka berkata, “Sesungguhnya ayah kami mengundang engkau sebagai tanda terima kasih atas apa yang telah engkau lakukan kemarin.”
            Musa menerima undangan tersebut. Ia mendatangi Nabi Syu’aib. Musa menceritakan tentang pengejaran pasukan Firaun. Syu’aib berkata, “Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.” Kemudian, Nabi Syu’aib menawarkan kepada Musa untuk tinggal di rumahnya. Musa sangat senang. Ia menerima tawaran  tersebut.

Musa Menikah dengan Putri Nabi Syu’aib
          Sejak saat itu, Musa tinggal bersama keluarga Nabi Syu’aib. Setiap hari ia membantu kedua putri Nabi Syu’aib untuk menggembalakan kambing.
            Musa memang sosok yang cekatan dan ulet bekerja. Hal ini membuat Nabi Syu’aib tertarik dengan kepribadiannya. Nabi Syu’aib bermaksud menikahkannya dengan putrinya.
            Nabi Syu’aib kemudian memanggil Musa. Lalu ia berkata, “Musa, sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua putriku. Apakah engkau mau?”
“Menikahi putriAnda?”
“Ya, tapi ada syaratnya,” kata Nabi Syu’aib
“Apa syaratnya?” tanya Musa 
“Kamu bekerja denganku selama delapan tahun. Akan lebih baik jika kamu genapkan menjadi sepuluh tahun.”
“Jika itu syaratnya, insyaAllah saya menyanggupinya.”
            Kemudian Musa menikah dengan putri Nabi Syu’aib yang bernama Shufairah. Keduanya hidup bahagia. Musa terus membantu mertuanya yang semakin tua renta. Ia menggembalakan kambing, bercocok tanam, berdagang, dan melakukan pekerjaan lainnya.

Musa Diangkat Menjadi Nabi
          Sudah sepuluh tahun, Musa membantu keluarga Nabi Syu’aib. Kemudian Musa meminta pamit kepada mertuanya. Ia akan kembali ke Mesir sambil membawa istrinya karena Allah memberikan petunjuk agar ia berdakwah di Mesir. Nabi Syu’aib pun mengizinkannya. Ia juga mendoakan keselamatan Musa dan putrinya.
            Pagi hari yang cerah, Musa dan istrinya berangkat ke Mesir. Mereka sering beristirahat karena kondisi istri Musa yang sedang hamil tua. Ketika malam datang, Shufairah merasa kedinginan karena hawa gurun yang sangat dingin. Musa bermaksud mencarikan api untuk menghangatkan badan istrinya. Ketika itu, Musa melihat api dari kejauhan. Ia menyangka api tersebut berasal dari musafir yang melakukan perjalanan. Ia berkata kepada istrinya, “Istriku, aku melihat api di kejauhan. Aku akan ke sana, tunggulah, mudah-mudahan aku dapat membawa api itu ke sini agar kamu dapat menghangatkan badan.”
            Kemudian Musa bergegas menuju ke tempat api tersebut. Ia sangat terkejut ketika mengetahui bahwa api itu melekat pada pohon kurma dan bukan api yang dibawa musafir. Musa merasakan firasat aneh. Tubuhnya tiba-tiba gemetaran. Lalu, telinganya mendengar sebuah suara dari pinggir lembah sebelah kanan pohon kurma tersebut, “Hai Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam.”
            Musa masih gemetaran. Ia menerima wahyu dari Allah. Terjadilah dialog antara Allah dan Musa di tempat itu. Tempat itu dikenal dengan nama Bukit Thursinai. Tidak lama kemudian,  Allah berkata, “Hai Musa, lemparkanlah tongkat yang berada di sebelah kananmu itu!”
            Musa kemudian melemparkan tongkat tersebut. Tiba-tiba saja, tongkat tersebut berubah menjadi ular. Musa sangat kaget dan mencoba untuk lari ke belakang tanpa menoleh.
            Allah berkata kepadanya, “Hai Musa, datanglah kepadaKu dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya, kamu termasuk orang-orang yang aman. Tongkat itu akan menolongmu dalam berdakwah. Selain itu, ia akan menjadi mukjizatmu yang akan membuktikan kenabianmu. Sekarang, masukkanlah tanganmu ke saku bajumu, maka tanganmu akan bercahaya.”
            Musa pun berhenti dari larinya dan kembali ke tempat ketika Allah memanggilnya. Meski masih kaget, Musa memberanikan diri untuk mendekat dan melakukan perintah Allah tersebut. Keajaiban kembali ia saksikan. Tangan yang ia masukkan ke dalam saku bajunya, bercahaya ketika ia keluarkan.
            Itulah dua mukjizat yang diberikan Allah kepada Musa. Lalu, Allah menguatkan hati Musa dan mengangkatnya sebagai nabi yang diutus Allah untuk berdakwah di Mesir. Musa sangat bersyukur kepada Allah. Tidak lama kemudian,  Musa kembali menemui istrinya dan melanjutkan perjalanan menuju Mesir.

Melawan Firaun
          Musa dan istrinya menempuh perjalanan yang lama. Akhirnya, mereka tiba di Mesir. Musa lalu menemui saudaranya yang bernama Harun. Dari Harun, Nabi Musa mengetahui kondisi rakyat Mesir yang semakin menderita di bawah kekuasaan Firaun. Firaun semakin zalim dan kejam terhadap rakyatnya. Firaun memaksa rakyat mengakuinya sebagai Tuhan dan harus menyembahnya.
            Mendengar penuturan Harun tersebut, Musa sangat sedih. Ia bertekad untuk melawan Firaun. Musa lalu berdoa kepada Allah, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah membunuh seorang manusia dari golongan mereka. Aku takut mereka akan membunuhku. Saudaraku Harun lebih fasih lidahnya daripada aku. Utuslah ia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkanku, karena sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku.”
            Lalu, Allah menjawab doa Nabi Musa, “Kami akan membantumu dengan saudaramu Harun dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu. Dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikutimulah yang akan menang.”
            Nabi Musa dan Harun kemudian mendatangi Firaun. Keduanya bertemu dengan Firaun, yang sudah tidak mengenali Nabi Musa setelah sepuluh tahun berpisah. Firaun lalu berkata kepadanya, “Siapakah kalian? Apa maksud kedatangan kalian ke sini?”
“Kami adalah Musa dan Harun, utusan Allah,” jawab keduanya.
“Musa?”  Firaun langsung ingat dengan seorang anak yang pernah diasuhnya beberapa tahun yang lalu.
“Ya, aku Musa yang pernah engkau asuh dahulu. Lalu engkau menyuruh pengawalmu untuk membunuhku,” jawab Musa.
“Bukankah kami telah mengasuhmu dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun?  Akan tetapi kamu telah melakukan perbuatan yang tercela. Sesungguhnya kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas budi,” kata Firaun dengan nada yang ditekan.
“Aku memang telah melakukannya karena aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf,” kata Musa.
“Kamu benar-benar tidak tahu balas budi. Sekarang kamu datang mengaku utusan Tuhan semesta alam. Tuhan yang mana?” Tanya Firaun.
Musa menjawab, “Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya jika kamu sekalian mempercayaiNya.”
            Firaun menjadi marah dan berkata, “Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, aku akan menangkap dan memenjarakanmu.”
            Musa berkata, “Apakah engkau akan memenjarakan aku juga jika aku mampu menunjukkan kepadamu bukti-bukti yang nyata?”
            Firaun berkata, “Perlihatkanlah kepadaku bukti-bukti itu jika apa yang kamu katakan itu adalah benar.”
             Musa melemparkan tongkatnya. Lalu tiba-tiba tongkat itu berubah menjadi ular. Musa menarik tangannya, tiba-tiba tangannya menjadi putih bercahaya.
            Firaun sebenarnya merasa takjub. Akan tetapi ia tetap mempertahankan kesombongannya. Lalu ia berkata kepada pembesar-pembesar yang berada di sekelilingnya dengan nada mengejek, “Sesungguhnya Musa ini benar-benar seorang ahli sihir yang pandai.”
            Setelah itu, ia mendatangkan tukang sihir andalannya dan menantang Musa untuk menandinginya. Musa pun menyanggupinya.
            Firaun memberi perintah kepada bawahannya agar mengumpulkan seluruh rakyatnya untuk berkumpul di alun-alun. Rakyatnya akan menyaksikan pertandingan antara Musa dan tukang sihirnya.
            Pada hari yang telah ditentukan, Musa pun berhadapan dengan tukang sihir Firaun. Sebelum bertanding, Musa berdoa kepada Allah dan kemudian bersiap-siap.
            Para tukang sihir itu pun menunjukkan kesaktiannya. Mereka melemparkan tali-tali ke lapangan. Seketika itu juga tali-tali itu berubah menjadi ular.
            Kemudian Musa mengeluarkan tongkatnya. Tongkat itu berubah menjadi ular besar dan melahap seluruh ular kecil milik tukang sihir Firaun. Para tukang sihir tersebut merasa takjub pada kesaktian Musa. Mereka lalu mengaku kalah dan beriman kepada kenabian Musa.
            Melihat peristiwa itu, Firaun menjadi sangat marah. Ia lalu memberi hukuman kepada para tukang sihirnya yang telah beriman dan mengikuti ajaran Nabi Musa. Sejak peristiwa itu, pengikut nabi Musa dan Nabi Harun semakin banyak.

Firaun Tenggalam di Laut Maroh (Laut Pahit)
          Nabi Musa, Nabi Harun, dan pengikutnya bersiap untuk mengadakan perlawanan terhadap Firaun. Akan tetapi rencana tersebut diketahui oleh Firaun dari mata-matanya. Kemudian, Firaun segera menyiapkan pasukan yang lebih besar.
            Sebelum mengadakan serangan, Musa mendapat petunjuk dari Allah agar ia dan pengikutnya segera menyingkir ke Palestina. Mereka pun akhirnya meninggalkan Mesir.
            Firaun yang mengetahui Musa dan pengikutnya meninggalkan Mesir menjadi sangat marah. Ia kemudian memimpin pasukan untuk mengejar Musa. Akhirnya ia berhasil menemukan Musa dan pengikutnya di tepi Laut Maroh. Pengikut Musa mulai panik ketika melihat pasukan Firaun semakin dekat. Sementara itu mereka harus menunggu kapal untuk menyeberang.
            Allah memerintahkan Nabi Musa agar memukulkan tongkatnya ke Laut Maroh. Tiba-tiba laut itu terbelah menjadi dua. Lalu Musa dan pengikutnya segera menyeberang dan selamat sampai daratan.
            Firaun dan pasukannya bermaksud menyusul para pengikut Musa. Ketika pasukan Firaun sampai di tengah jalan, Allah memerintahkan Nabi Musa agar memukulkan tongkatnya. Jalan tersebut akhirnya menjadi laut kembali. Akibatnya, Firaun dan pasukannya tenggelam. Sementara itu, Musa dan pengikutnya selamat.

Kaum Bani Israil Menyembah Patung Sapi
          Binasanya Firaun tentu saja membuat kaum Bani Israil senang. Mereka akhirnya bisa menjalani kehidupan dengan bebas tanpa tekanan dan penderitaan. Nabi Musa kemudian memimpin mereka untuk beribadah kepada Allah.
            Pada suatu hari, Nabi Musa hendak pergi ke Bukit Sinai untuk menerima wahyu dari Allah. Ia kemudian meminta Harun untuk menggantikannya dalam memimpin Bani Israil. Nabi Musa kemudian pergi ke Bukit Sinai hingga empat puluh hari.
            Setelah ditinggalkan Nabi Musa, seorang laki-laki yang bernama Samiri merasa iri kepada Musa. Ia iri karena Musa yang mampu membawa orang-orang untuk mengikutinya. Maka, suatu hari ia merampas seluruh perhiasan dari kaum Bani Israil dengan tipu dayanya. Lalu dengan keahliannya, ia melebur semua perhiasan emas tersebut dan kemudian membentuknya menjadi patung seekor sapi dari emas. Jika angin bertiup dan masuk ke dalam mulut sapi itu, maka keluarlah suara yang mirip dengan suara sapi. Hal ini membuat kagum kaum Bani Israil.
            Samiri kemudian menghasut mereka untuk menjadikan patung sapi tersebut sebagai tuhan mereka. Bani Israil terpengaruh dan mereka pun kemudian menyembah patung sapi itu. Mereka telah lupa kepada Musa dan Tuhannya yang telah menyelamatkan mereka dari kezaliman Firaun.
            Nabi Harun mencoba memperingatkan mereka, bahwa mereka telah melakukan kesesatan yang dosanya sangat besar. Harun terus berusaha untuk menyadarkan mereka agar tidak menyembah patung sapi itu. Namun usaha yang dilakukan Harun sia-sia.
            Setelah Nabi Musa selesai berdoa kepada Allah, ia kemudian kembali kepada kaumnya. Namun ia kaget ketika menemukan kaumnya telah kembali kepada kesesatan dengan menyembah patung sapi. Nabi Musa kemudian mendatangi Nabi Harun untuk mendapat penjelasan.
            Nabi Harun menjelaskan apa yang telah terjadi dengan kaumnya. Lalu Nabi Musa mendatangi kaumnya dan berkata, “Hai kaumku! Bukankah Tuhanmu menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu, atau kamu menghendaki agar kemurkaan Tuhan menimpamu, lalu kamu melanggar perjanjianmu denganku?”
            Lalu mereka menjawab, “Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami harus membawa beban-beban dari perhiasan kaum Firaun, maka kami melemparkannya dan demikian pula Samiri melakukannya. Kemudian Samiri mengeluarkan dari perhiasan itu anak lembu yang bertubuh dan bersuara.”
            Kemudian Nabi Musa menyuruh mereka bertaubat kepada Allah. Nabi Musa pun kemudian memohonkan ampunan atas kesalahan yang telah mereka lakukan. Allah kemudian menerima taubat mereka karena Allah Maha Pengampun atas segala dosa.
                                                                                                            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar